7 Tradisi Siraman di Berbagai Daerah Indonesia

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah tradisi siraman. Siraman merupakan prosesi yang dilakukan sebelum pernikahan, yang bertujuan untuk membersihkan diri calon pengantin secara lahir dan batin.

Setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan dan ciri khas dalam melaksanakan tradisi ini. Berikut ini akan dibahas mengenai tradisi siraman dari beberapa daerah di Indonesia yang masih kental dengan kebudayaannya.

7 Tradisi Siraman di Berbagai Daerah Indonesia

Mahligai Indonesia kali ini akan membahas tradisi dan budaya siraman pada pernikahan dari berbagai daerah di Indonesia.

Ngebakan Adat Sunda

prosesi-siraman
Ilustrasi Prosesi Siraman – Foto, George Bharata

Di Jawa Barat, tradisi siraman disebut dengan Ngebakan. Tradisi ini dilakukan untuk menghilangkan segala kesialan dan kesalahan yang pernah dilakukan oleh calon pengantin. Prosesi ini melibatkan keluarga, kerabat, dan tetua adat yang memandu jalannya acara. Ngebakan biasanya dilaksanakan di halaman rumah calon pengantin atau di tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat.

Pada prosesi Ngebakan, air yang digunakan berasal dari tujuh sumber air yang dianggap suci. Air tersebut dicampur dengan bunga, daun pandan, dan wewangian lainnya. Kemudian, calon pengantin akan disiramkan air tersebut oleh tetua adat dan orang tua. Setelah itu, calon pengantin akan diberi tumpeng sebagai simbol keberkahan dan kesuburan.

Simbolisme dalam Ngebakan

Ngebakan memiliki filosofi yang mendalam bagi masyarakat Sunda. Selain sebagai proses penyucian diri, Ngebakan juga merupakan ajang silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan antara kedua keluarga. Tradisi ini diharapkan dapat membawa keberkahan dan kebahagiaan dalam pernikahan yang akan dilangsungkan.

Setiap unsur yang digunakan dalam prosesi Ngebakan memiliki makna tersendiri. Misalnya, tujuh sumber air yang digunakan melambangkan tujuh rupa bumi dan langit, yang merupakan tempat bersemayamnya Tuhan Yang Maha Esa. Bunga yang dicampurkan dalam air melambangkan keindahan dan keharuman hidup, sedangkan daun pandan melambangkan ketabahan dan keteguhan hati.

Siraman Adat Jawa Solo

siraman dalam adat jawa solo

Di Jawa Tengah, khususnya Solo, siraman merupakan salah satu rangkaian upacara adat pernikahan yang wajib dilaksanakan. Siraman diadakan untuk membersihkan diri calon pengantin dari segala dosa dan kesalahan sebelum melangsungkan pernikahan. Prosesi ini biasanya diadakan di rumah calon pengantin dan melibatkan orang tua, kerabat, serta tokoh adat.

Calon pengantin akan duduk di atas bak mandi yang telah disiapkan, sementara orang tua dan tokoh adat akan bergantian menyiramkan air yang telah diberkahi. Air yang digunakan dalam siraman diambil dari tujuh sumber air yang dianggap suci, seperti sumur, sungai, dan air hujan. Selain air, siraman juga menggunakan bunga, daun, serta wewangian yang memiliki simbolisme tersendiri.

Makna Siraman Adat Jawa Solo

Setiap elemen dalam prosesi siraman adat Jawa Solo memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Tujuh sumber air yang digunakan melambangkan tujuh tingkatan kehidupan manusia, mulai dari lahir hingga meninggal. Bunga yang dicampurkan dalam air melambangkan keindahan hidup, sementara daun melambangkan perlindungan dari segala marabahaya. Wewangian yang digunakan dalam siraman melambangkan kemuliaan dan kebaikan hati.

Prosesi siraman adat Jawa Solo tidak hanya sebagai upacara penyucian, tetapi juga sebagai ajang silaturahmi antara kedua keluarga. Diharapkan melalui prosesi siraman ini, calon pengantin dan keluarganya akan saling mengenal dan menjalin hubungan yang harmonis, serta mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dalam pernikahan yang akan dilangsungkan.

Bacoho dan Lumelek Adat Minahasa

Bacoho dan Lumelek Adat Minahasa

Di Minahasa, Sulawesi Utara, prosesi siraman dikenal dengan sebutan Bacoho dan Lumelek. Bacoho merupakan proses penyiraman air kepada calon pengantin pria, sedangkan Lumelek adalah proses penyiraman air kepada calon pengantin wanita. Prosesi ini dilakukan sebagai bentuk penyucian diri dan penghormatan terhadap leluhur sebelum melangsungkan pernikahan.

Calon pengantin akan duduk di atas alas yang telah disiapkan, dan orang tua serta tokoh adat akan bergantian menyiramkan air yang telah diberkahi. Air yang digunakan dalam prosesi Bacoho dan Lumelek diambil dari sumber air yang dianggap suci, seperti mata air dan air hujan. Selain air, prosesi ini juga menggunakan bunga, daun, serta wewangian sebagai simbol keberkahan.

Filosofi Bacoho dan Lumelek

Prosesi Bacoho dan Lumelek memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Minahasa. Selain sebagai upacara penyucian diri, Bacoho dan Lumelek juga merupakan ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur. Diharapkan melalui prosesi ini, calon pengantin akan mendapatkan keberkahan, perlindungan, dan petunjuk dari leluhur dalam menjalani kehidupan berumah tangga yang harmonis.

Setiap elemen yang digunakan dalam prosesi Bacoho dan Lumelek memiliki makna tersendiri. Air yang digunakan melambangkan kesucian dan kemurnian hati, sementara bunga melambangkan keindahan dan kebahagiaan hidup. Daun yang digunakan dalam prosesi ini melambangkan keteguhan dan ketabahan hati, sedangkan wewangian melambangkan kemuliaan dan kebaikan.

Ditangkas Adat Betawi

ilustrasi siraman adat betawi
ilustrasi siraman adat betawi – Foto Hipwee

Di Jakarta, tradisi siraman dikenal dengan sebutan Ditangkas. Prosesi ini merupakan bagian penting dalam pernikahan adat Betawi dan melambangkan penyucian diri calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan. Ditangkas biasanya dilaksanakan di rumah calon pengantin dan melibatkan orang tua, kerabat, serta tokoh adat yang akan memandu jalannya acara.

Calon pengantin akan duduk di atas bak mandi yang telah disiapkan, sementara orang tua dan tokoh adat akan bergantian menyiramkan air yang telah diberkahi. Air yang digunakan dalam prosesi Ditangkas diambil dari sumber air yang dianggap suci, seperti sumur, sungai, dan air hujan. Selain air, prosesi ini juga menggunakan bunga, daun, serta wewangian yang memiliki simbolisme tersendiri.

Simbolisme dalam Ditangkas

Setiap unsur yang digunakan dalam prosesi Ditangkas memiliki makna dan filosofi yang mendalam bagi masyarakat Betawi. Air yang digunakan melambangkan kesucian dan kemurnian hati, sementara bunga melambangkan keindahan dan kebahagiaan hidup. Daun yang digunakan dalam prosesi ini melambangkan keteguhan dan ketabahan hati, sedangkan wewangian melambangkan kemuliaan dan kebaikan.

Prosesi Ditangkas tidak hanya sebagai upacara penyucian, tetapi juga sebagai ajang silaturahmi antara kedua keluarga. Diharapkan melalui prosesi ini, calon pengantin dan keluarganya akan saling mengenal dan menjalin hubungan yang harmonis, serta mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dalam pernikahan yang akan dilangsungkan.

Betanges Adat Palembang

Betangas Adat Palembang
Ilustrasi Siraman Adat Palembang – Foto Kumparan

Di Palembang, Sumatera Selatan, prosesi siraman dikenal dengan sebutan Betanges. Betanges merupakan rangkaian upacara adat pernikahan yang melambangkan penyucian diri calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan. Prosesi ini biasanya diadakan di rumah calon pengantin dan melibatkan orang tua, kerabat, serta tokoh adat yang akan memandu jalannya acara. Betanges merupakan salah satu tradisi yang khas dan menarik dari adat Palembang yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Calon pengantin akan duduk di atas bak mandi yang telah disiapkan, sementara orang tua dan tokoh adat akan bergantian menyiramkan air yang telah diberkahi. Air yang digunakan dalam prosesi Betanges diambil dari sumber air yang dianggap suci, seperti sumur, sungai, dan air hujan. Selain air, prosesi ini juga menggunakan bunga, daun, serta wewangian yang memiliki simbolisme tersendiri.

Simbolisme dalam Betanges

Setiap elemen yang digunakan dalam prosesi Betanges memiliki makna dan filosofi yang mendalam bagi masyarakat Palembang. Air yang digunakan melambangkan kesucian dan kemurnian hati, sementara bunga melambangkan keindahan dan kebahagiaan hidup. Daun yang digunakan dalam prosesi ini melambangkan keteguhan dan ketabahan hati, sedangkan wewangian melambangkan kemuliaan dan kebaikan.

Prosesi Betanges tidak hanya sebagai upacara penyucian, tetapi juga sebagai ajang silaturahmi antara kedua keluarga. Diharapkan melalui prosesi ini, calon pengantin dan keluarganya akan saling mengenal dan menjalin hubungan yang harmonis, serta mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dalam pernikahan yang akan dilangsungkan.

Kesimpulan

Keberagaman tradisi siraman yang ada di Indonesia, seperti Ngebakan adat Sunda, Siraman adat Jawa Solo, Bacoho dan Lumelek adat Minahasa, Ditangkas adat Betawi, Betanges adat Palembang, Siraman Tawandari adat Cirebon, dan Seumano Pucok adat Aceh, menunjukkan betapa kaya dan uniknya kebudayaan bangsa ini. Semoga dengan memahami tradisi siraman ini, kita dapat semakin menghargai dan melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia.