Ragam Sunting Pengantin Minang – Sunting atau suntiang telah populer dikenal sebagai ikon busana pengantin Minang. Bentuk sunting juga beragam. Selain berbentuk setengah lingkaran berukuran besar disebut Suntiang Gadang yang secara umum dipakai oleh pengantin Minang, juga terdapat sunting pengantin khas dari masing-masing daerah di Sumatera Barat.
Diantaranya Sunting Sungayang dari Tanah Datar, bentuknya menyerupai mahkota. Juga sunting bersusun menyerupai tanduk kerbau, digunakan pengantin dari daerah Sawah Lunto, Sijunjung, Solok Selatan, dan juga Solok.
Ragam Sunting
Ragam variasi sunting dan busana pengantin di Sumatera Barat menunjukkan sejumlah pengaruh dari luar yang telah melebur dengan budaya lokal Minangkabau. ‘’Biasanya, di wilayah pesisir selatan Sumatera Barat yang berdekatan dengan pantai, memiliki corak busana dan sunting lebih semarak, juga penuh ornament dan warna-warni,’’ ungkap Raizal Rais, desainer senior asal Sumatera Barat.
Nama sunting biasanya disertai dengan nama daerah yang menunjukkan nagari atau wilayah mana ia berasal. Sebutlah seperti sunting Pisang Saparak (dari nagari Solok Salayo), Sunting Pinang Bararak (dari nagari Koto nan Godang Payakumbuh), sunting Mangkuto (dari nagari Sungayang), Sunting Kipeh (dari nagari Kurai Limo Jorong), Sunting Sariantan (dari nagari Padang Panjang), Sunting Matua Palambaian, dan sebagainya.
Sunting Bentuk Tanduk
Di beberapa daerah juga Sumatera Barat terdapat busana adat pengantin dengan hiasan kepala menyerupai tanduk bersusun. Misalnya sunting pengantin Solok, Solok Selatan, dan Sijunjung. Hiasan kepala menyerupai tanduk juga bisa dijumpai pada pengantin adat Sawah Lunto dan Payakumbuh, hanya saja sedikit beda karena terbuat dari lilitan kain songket yang dibentuk meruncing seperti ujung tanduk.
Hiasan kepala pengantin Minang pun ada yang tampak bersahaja, hanya berupa kain yang dikerudungkan ke kepala, disebut sebagai Tengkuluk atau Talakuang — semacam kerudung yang dipakai pengantin dari Koto Gadang.
Sayangnya, beragam hiasan kepala pengangtin Minang tersebut kini sudah jarang digunakan. Disamping karena ketidak laziman juga karena ketidaktahuan masyarakat setempat generasi sekarang ini. Tak heran, bila kini hanya Suntiang Gadang lah yang dianggap ‘mewakili identitas’ baju mempelai wanita atau Anak Daro di Minangkabau.