Saat Pengantin Menari

Khasana seni budaya Indonesia tak lepas dari unsur seni tari yang menjadi bagian tak terpisahkan. Sebagai salah satu cabang seni, tarian mengkolaborasikan antara gerak dan musik hingga menciptakan sebuah keselarasan, meskipun tak sedikit tarian yang dilakukan tanpa iringan musik.

Dalam sebuah pernikahan adat nusantara, acap kali dijumpai pengantin menarikan sebuah tarian  saat perhelatan pernikahan berlangsung. Sebut saja pada pernikahan adat Palembang, Karo, Gorontalo dan Lampung. Dari keempat adat tersebut, hanya adat Karo dan Gorontalo yang mengharuskan pengantin pria turut menari. Selebihnya, hanya pengantin wanita yang menari sendiri atau pun diiringin penari lain.

Setiap adat, memiliki makna sendiri akan tarian yang dibawakan oleh sang pengantin. Pakar di bidang seni tari, Nungki Kusumastuti menuturkan, “tarian pengantin memang memiliki beragam makna. Ada makna melepas masa lajang. Ada juga yang bermakna perayaan telah menikah, maupun selamat datang bagi pengantin wanita ke dalam keluarga besar pria.”

Mengingat umumnya pengantin bukan penari asli, biasanya dibutuhkan beberapa kali latihan terlebih dahulu agar bisa tampil dengan maksimal. Berikut beberapa tarian adat yang ditarikan oleh pengantin:

Pagar Pengantin – Palembang

Tari pagar pengantin palembang
Berasal   dari Kota Palembang, Sumatera Selatan, tarian ini dilakukan oleh pengantin wanita dan diiringi oleh penari lain yang berjumlah empat hingga enam orang. Lagu Gending Sriwijaya yang liriknya menyiratkan gambaran mempelai wanita siap memasuki kehidupan rumah tangga sebagai seorang istri, mengiringin tarian sang pengantin.

Tarian ini menggambarkan tarian terakhir sang pengantin wanita,sebagai simbol melepas lajang. Mempelai wanita berdiri di atas nampan keemasan yang ditaburi bunga mawar merah, sebagai perlambang keindangan bunga teratai yang tumbuh dan terlindungi di dalam lingkar pagar.

Tari Pagar Pengantin ditarikan di depan mempelai pria, yang berdiri di luar lingkaran tarian sambil menyaksikan mempelai wanita menari. Tarian ini menggambarkan bahwa pengantin wanita setelah menikah akan bertindak selaku istri yang mengikuti norma-norma dan etika berumah tangga. Sementara bagi pengantin pria, tarian ini memiliki makna bila seorang suami sebagai kepala keluarga akan membimbing dan melindungi sang istri beserta keluarganya.

Seusai menari, para pengiring akan melepas kuku emas dari jari tangan pengantin wanita, kemudian pasangan mempelai menaiki pelaminan dan bersanding berdampingan didampingin keluarga kedua orangtua.

Adu Pengantin-Karo

tarian adu pengantin
Adu pengantin merupakan prosesi dimana pengantin pria dan wanita Karo bernyanyi dan menari di tengah pesta. Adu pengantin juga sebagai tanda penyambutan terhadap seluruh keluarga dari pihak laki-laki maupun keluarga.

Sebelum melakukan Adu Pengantin, ada beberapa tata cara adat yang dilakukan pihak wakil keluarga mempelai wanita dan wakil keluarga pengantin pria. Setelah itu pengantin pria dan wanita ke tengah ruang pesta, dan menari bersama. Selain menari, juga menyanyi. Bergantian, pengantin pria menyanyi lebih dulu.

Lagu yang dinyanyikan biasanya dipilih sesuai dengan keinginan pengantin dan biasanya pengantin pria dan wanita masing-masing menyanyikan dua lagu. Untuk lagu sendiri sebenarnya adalah tarian umum di adat Karo, namun pengantin harus menyesuaikan irama musik dengan hentakan kaki dan gerakan tangan.

Para tamu akan memberi uang saweran secara langsung  kepada mempelai yang berhasil ‘merebut’ perhatian tamu.

Saronde & Tidi Daa – Gorontalo

Saronde & Tidi Daa – Gorontalo
Tari Saronde merupakan salah satu tari pergaulan yang dilakukan dalam acara adat pengantin Gorontalo. Tarian ini lebih tepatnya sebagai ungkapan ‘perpisahan’ calon pengantin pria dengan para sahabat-sahabat yang masih bujang sebelum memasuki kehidupan rumah tangga.

Berbeda dengan adat Karo yang mengharuskan pengantin pria serta wanita menari bersama. Pada adat Gorontalo, pengantin pria menari tarian Saronde sebelum hari H, tepatnya setelah penyerahan barang hantaran. Ia berkalung selendang, menari dengan iringan tabuhan rebbana dan nyanyian vokal.

Sedangan pengantin wanita menari saat resepsi berlangsung. Ia didampingi seorang wanita kepercayaan atau keluarga dekatnya-yang sudah berkeluarga-, menari Tidi Daa atau Tidi Loilodiya. Mempelai wanita mengenakan busana adat pengantin Gorontalo menari di atas pelaminan dengan memegang sebilah pedang Polopolo dalam genggaman. Dengan tabuhan rebbana, mempelai pria duduk di pelaminan memainkan rebbana sambal menyaksikan ritual tari pengantin istrinya.

Maknanya, mempelai pria sebagai kepala keluarga harus bisa membimbing istri dalam segala tindakan.