Tradisi Pernikahan Adat Bugis Makasar – NEGERI “Angin Mamiri” ini memiliki kultur yang kaya akan tradisi, termasuk saat prosesi pernikahan dilangsungkan. Dari segi prosesi pernikahan misalnya ada beberapa ritual sarat akan makna yang perlu dilakukan kedua mempelai. Ada pula sederet aturan tak tertulis dari segi busana, tata rias, hingga dekorasi yang perlu diterapkan oleh pengantin Bugis Makasar. Selengkapnya akan mahligai Indonesia uraikan dalam artikel berikut.
Prosesi Adat Pernikahan Adat Bugis Makasar
Pra Pernikahan
Beberapa hari menjelang hari H calon pengantin wanita perlu melakukan serangkaian prosesi adat, mulai dari Appassili, sungkeman dansiraman atau mandi rempah. Macceko, membersihkan rambut dan bulu-bulu halus di dahi dan tengkuk. Appakanre bunting, menyuapi calon pengantin dengan kue-kue manis khas Makassar. Lalu diakhiri dengan Mappacci, ritual menghias tangan calon mempelai wanita dengan memberi daun pacar tumbuk atau daun inai ke tangan calon pengantin wanita.
Acara diselenggarakan di kediaman calon mempelai wanita, dan biasanya berlangsung beberapa hari sebelum hari H pernikahan. Mappacci menjadi penghujung rangkaian acara adat sebelum berlangsungnya upacara akad nikah keesokan harinya. Berbagai peranti adat, perhiasan, dan busana terbaik untuk calon mempelai wanita pun ditampilkan. Prosesi adat yang cukup rumit ini biasanya dipandu oleh seseorang yang paham dan ahli dalam menangani prosesi pernikahan adat Makassar.
Prosesi Hari H
Berlangsung di kediaman mempelai wanita, ada tiga rangkaian acara penting pada hari H, yakni Appanai’ Leko Lompo (seserahan) atau Sirih Pinang, dan Assimorong; yakni rangkaian acara penyambutan kedatangan calon mempelai pria beserta para pengiringnya, penyerahan leko lompo dan pengucapan ijab kabul.
Yang istimewa ritual adat yang dilaksanakan seusai akad nikah menjadi sebuah ‘atraksi’ yang menarik perhatian para tamu undangan. Mempelai pria melakukan prosesi ketuk pintu, yakni menuju ke kamar mempelai wanita. Kemudian acara dilanjutkan dengan appadongko nikkah/mappasikarawa, yakni penyerahan mahar atau mas kawin dan barang-barang persembahan yang dikemas apik lainnya.
Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya. Setelah itu pemasangan cincin kawin, nasihat perkawinan, dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Busana & Rias Pengantin

Berhati-hatilah dalam memilih warna busana pengantin! Dalam tradisi Pernikahan Adat Bugis Makasar terdapat ‘aturan’ tidak tertulis dalam hal penerapan warna untuk acara adat. Putih dan ungu hanya dipakai bagi kalangan bangsawan tinggi. Sementara merah dipergunakan bagi kalangan strata sosial setingkat di bawahnya. Di luar tiga warna tersebut bisa digunakan untuk kalangan masyarakat umum.
Busana pengantin wanita adalah baju bodo — yang berarti busana tanpa lengan, dipadu dengan warna keemasan dari hiasan yang terbuat dari lempengan berwarna emas. Baju bodo dipadu dengan kain sarung sutera berhiaskan payet dan lempengan emas. Perhiasan seperti kalung berantai, kalung rantekote, kalung besar. Sedangkan di tangan juga dipenuhi beragam perhiasan seperti gelang keroncong bersusun atau biasa disebut bossa, perhiasan lengan atas (lola), perhiasan lengan bawah (paturu), perhiasan lengan baju sima-sima.
Pada bahu sebelah kiri diselempangkan selendang berwarna keemasan dan dipindahkan ke bahu sebelah kanan jika selesai akad nikah. Tata rias pengantin wanita sangat khas, dengan hiasan paes dadas Makassar berbentuk runcing di tengah dahi. Sanggul tinggi Simpolong Teppong dengan hiasan bando dan aksen kutu-kutu (kecil bulat putih seperti mutiara) berjumlah 17 buah menghiasi sasakan rambut. Pengantin pria mengenakan belladada atau serupa dengan jas berkerah yang dipadu dengan sarung bermotif (tope) dan warna yang sama dengan yang dikenakan pengantin wanita.
Busana ini dipadu dengan perhiasan keemasan seperti gelang, rante sembang, salempang, kalung, sapu tangan (passapu ambara), dan keris berbentuk ular naga. Keris yang biasa digunakan oleh kalangan bangsawan adalah keris dengan kepala dan sarung terbuat dari emas yang biasa disebut pasattimpo atau tatarapeng.
Dekorasi Pernikahan Adat Bugis Makasar

Dari segi dekorasi pernikahan, ada beberapa ciri khas dalam tata dekorasi pernikahan adat Bugis Makasar, salah satunya adalah lamming, pelaminan khas suku Bugis Makassar. Biasanya pelaminan dibuat dengan warna-warna yang sudah ditentukan khas warna Bugis Makassar. Warna emas dan silver banyak dipilih karena mengesankan sesuatu yang mewah dan menawan. Kain-kain dengan ornamen sulam motif khas Bugis Makassar menjadi ornamen dekorasi ruangan tempat berlangsungnya adat pernikahan.
Ada pula bosara lompo yang bertutup kain sulam emas–yakni wadah besar khas Bugis Makassar biasanya untuk wadah kue-kue, dipajang di dekat pelaminan dan di sejumlah titik ruang resepsi. Ornamen adat dikolaborasikan dengan konsep dekorasi modern dan kontemporer, antara lain penataan standing lamp kristal dan vas-vas klasik gaya Eropa yang diisi rangkaian bunga warna-warni. Juga interior dan furnitur modern ditempatkan di area koridor ruang pesta, dengan tema warna disesuaikan dengan konsep dekorasi pesta secara keseluruhan.
Tarian & Hiburan

Tarian Paduppa Bosara merupakan tarian tradisional yang berasal dari suku Bugis, Sulawesi Selatan. Tarian ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan kerap menjadi bagian dari perayaan-perayaan, terutama dalam Tradisi Pernikahan Adat Bugis Makasar. Tujuan utama dari tarian ini adalah untuk menyambut tamu yang datang dengan penuh hormat dan kehangatan.
Tari Paduppa Bosara dilakukan oleh sekelompok penari wanita yang memperagakan gerakan yang anggun dan lemah gemulai. Penampilan mereka biasanya didukung oleh musik tradisional, seperti gendang, kecapi, dan seruling. Kostum yang dikenakan oleh para penari umumnya berwarna cerah dan menarik, mencerminkan semangat kebahagiaan dan kebersamaan.
Konsep tarian ini menggambarkan filosofi masyarakat Bugis, yaitu sikap ramah tamah dan penghargaan yang tinggi terhadap tamu yang datang. Bosara sendiri merupakan sajian khas Bugis yang terdiri dari nasi kuning, daging ayam, dan sayuran. Melalui tarian ini, orang Bugis ingin menyampaikan bahwa mereka akan selalu menyambut tamu dengan sajian bosara sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan.
Selain pernikahan, Tari Paduppa Bosara juga kerap ditarikan pada acara-acara resmi, seperti peringatan hari besar, penyambutan pejabat, dan acara adat lainnya. Tarian ini menjadi simbol kekayaan budaya dan warisan tradisi suku Bugis, yang masih terus dilestarikan hingga kini.
Dalam perkembangannya, Tari Paduppa Bosara telah mengalami beberapa modifikasi dalam gerakan dan kostum, namun tetap mempertahankan nilai-nilai budaya asli yang menjadi ciri khas tarian ini. Tarian ini menjadi bukti bahwa tradisi dan budaya Indonesia kaya akan keanekaragaman dan keunikan, yang patut untuk dijaga dan dilestarikan.