Tempat Wisata di Ambon Maniso

Indonesia bagian timur selalu menarik perhatian wisatawan, entah itu turis lokal maupun menjadi destinasi utama bagi para turis asing. Untuk kesempatan kali ini, Advina Ratnaningsih, model yang dikenal penggemar traveling, menceritakan pengalaman perjalanannya ketika menjelajah Kota Ambon dan sekitarnya.

Disambut dengan pelangi yang terlihat dari kaca jendela pesawat ketika mendarat, tampaknya Kota Ambon baru saja diguyur hujan dari pagi. Untungnya cuaca sudah cerah dan matahari mulai menampakkan sinarnya walaupun masih malu-malu. Setelah mengambil bagasi, lalu kami langsung menuju hotel Natsepa untuk beristirahat.

Hotel Natsepa terletak di Pantai Natsepa yang cukup popular di Ambon karena airnya yang jernih, pasirnya yang putih, dan juga jajanan rujaknya yang enak untuk menikmati suasana melepas senja. Setelah istirahat dan makan siang di hotel, kami berencana untuk mengeksplor beberapa tempat wisata di Kota Ambon ditemani dengan Bung Roy, supir kami selama di Ambon.

Tujuan pertama yang kami datangi adalah Pantai Liang. Pantai Liang ini terletak di Kecamatan Salahutu, yang terkenal dengan pasir putih dan warna airnya yang biru. Sayangnya saat kami ke sana, angin sedang bertiup kencang dan air laut sedang pasang. Walaupun masih terlihat ada gradasi warna biru tua ke biru muda di Pantai Liang ini, tetapi saya tidak bisa bermain air di pantainya karena ombak lumayan besar.

MOREA SI BELUT RAKSASA

Setelah puas berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Waai. Ada apakah di desa Waai ini? Di sini saya dapat bermain di sungai dengan belut raksasa. Sebesar apakah? Lumayan besar, kirakira sebesar tangan orang dewasa dengan panjang mencapai 1,5 meter! Belut ini dinamakan penduduk setempat dengan nama morea. Morea senang sekali berenang di aliran sungai dengan arusnya yang kuat dan mereka juga senang bersembunyi. Untuk dapat ‘bermain’ dengan mereka, sang pawang harus memancing mereka dengan menggunakan telur ayam agar mereka mau mendekat ke kami. Rupanya bau amis telur ayam itu-lah yang membuat mereka mau mendekat untuk dimakan oleh mereka.

Morea ini sekilas terlihat menyeramkan seperti ular air yang besar. Tetapi morea ini tidak menyerang manusia. Saya mencoba untuk menangkapnya ketika salah satu morea itu sedang dipancing makan, tetapi sulit karena kulit morea terlalu licin untuk dipegang dan diangkat. Menariknya lagi, morea ini hidup di aliran sungai yang sama di mana anak-anak penduduk sekitar bermain air dan juga para ibu mencuci pakaian.

Rupanya mereka memang membiarkan morea itu tinggal di sungai tersebut supaya dapat menjadi obyek wisata bagi desa mereka. Setelah puas bermain dengan morea, kami melanjutkan perjalanan menuju Pintu Kota. Pintu di sini bukan pintu tempat kita keluar masuk ruangan, tetapi merupakan nama pantai di ujung barat Kota Ambon. Dari desa Waai menuju Pintu Kota, kami menghabiskan perjalanan sekitar 1,5-2 jam menggunakan mobil. Ketika kami sampai di sana, ternyata sudah tidak ada siapa-siapa, bahkan penjual warung pun telah menutup warungnya.

Pantai ini tergolong unik karena memiliki karang yang membentuk lubang seperti pintu menyerupai gerbang besar yang bolong sehingga sisi lain dari pintu itu terlihat. Sama seperti pantai-pantai lainnya, air yang ada di Pantai Pintu Kota ini sangat jernih dan bila dilihat dari atas tebing, saya bisa dengan jelas melihat karang karang yang ada di dalam air. Lokasi Pintu Kota ini juga terkenal dengan lokasi penyelamannya. Sayang sekali, saya tidak ada rencana untuk menyelam di sini. Matahari hampir terbenam, dan gerimis pun mulai datang. Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan hari ini, dengan mampir di rumah makan seafood pinggir pantai dan kembali ke hotel untuk beristirahat.

ORA BEACH RESORT

Keesokan harinya, kami bangun pagi sekali karena kami akan melanjutkan perjalanan ke Sulau Seram menggunakan kapal cepat. Supir telah menjemput kami di hotel dan langsung mengantarkan ke Pelabuhan Tulehu. Dari situ kami naik kapal cepat, dengan perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam di laut untuk sampai ke Pelabuhan Amahai, Masohi di Pulau Seram. Pak Noke, supir dari Ora Beach Resort, hotel yang akan kami datangi, telah menunggu di luar pelabuhan.

Kami langsung naik mini bus dan melakukan perjalanan sekitar 2 jam yang sebagian besar jalanannya masih belum beraspal dan berkelok-kelok. Pemandangan yang kami dapatkan adalah hutan-hutan dengan kicauan burung  sebagai latar belakangnya. Sangatlah indah dan rasa mual karena mabuk darat lumayan terlupakan. Di desa Saleman, kami naik speed boat sekitar 10 menit dan akhirnya sampailah kami di Ora Beach Resort. Tampak dari jauh ketika kami masih di atas speed boat, terlihat bangunan beserta jajaran kamar-kamar di atas laut yang tampak seakan seperti di Maldives.

Sore telah tiba, setelah kami menaruh barang-barang di kamar, kami lalu duduk santai di area restoran sambil melihat ikan-ikan dan menikmati senja sambil makan pisang goreng yang dihidangkan dari hotel sebagai snack sore. Walaupun malam telah tiba dan langit mulai gelap, kami tetap duduk di area restoran sambil menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menunggu jam makan malam tiba. Karena kami mengambil paket menginap lengkap dengan transportasi dan makanan, makanan yang dihidangkan adalah buffet dan kami bebas memilih makanan yang telah dihidangkan malam itu.

Setelah makan malam, tak banyak yang dapat kami lakukan karena tidak ada aktivitas malam dari hotel. Kami kembali ke kamar masing-masing untuk bersantai dan saya membaca buku. Angin laut cukup kencang dan hawa di kamar tidak terlalu panas, membuat kami mengerti desain hotel yang tidak memberi adanya pendingin ruangan di setiap kamar yang ada di hotel tersebut. Tengah malam tiba, kami sengaja keluar kamar dan mematikan lampu teras hal ini dilakukan selain untuk menghindari serbuan serangga, juga untuk melihat plankton-plankton yang ada di bawah dekat kamar kami.

Cukup mengagumkan karena jumlah plankton cukup banyak sehingga dalam kegelapan malam kami bisa melihat plankton-plankton itu dengan mata kami di bawah taburan bintang. Hal ini membuat kami lupa akan beberapa serangga yang ada dan tetap dapat tidur nyenyak sepanjang malam.

SURGA SNORKELING

Hari kedua di Ora, saya bangun pagi sekali karena berencana untuk snorkeling di depan kamar setelah sarapan. Cuaca cukup bersahabat dan visibility cukup jelas di dalam air. Pemandangan dalam lautnya sangat indah. Berbagai macam jenis ikan kecil saya jumpai di situ dan juga berbagai macam karang-karang. Tak terasa jam makan siang telah tiba.

Setelah makan siang, kami melakukan tour boat trip yang sudah termasuk paket dari hotel, untuk snorkeling dekat tebing Sawai. Dan dari awal saya sudah penasaran dengan goanya yang terletak di tebing tersebut. Ditemani guide, saya menyelam masuk ke dalam goa. Agak berbahaya kalau tidak ditemani guide saat itu, karena ombak lumayan besar menerpa tebing pembatas goa tersebut. Pemandangan di dalamnya sangat indah dan misterius. Setelah berfoto-foto di dalam goa, kami melanjutkan ke pantai yang tak jauh dari pantai Ora untuk melihat Air Mata Belanda.

Disini banyak terdapat sungai yang ditumbuhi pohon pala yang buahnya jatuh ke pantai, dan juga terdapat sumber mata air tawar yang keluar dari pasir di pantai tersebut. Tak lama, kami kembali ke hotel dan menikmati senja di area restoran. Di Ora beach ini saya akui memang seperti surga duniawi. Island of Paradise. Air yang biru, ikan-ikan yang dapat dilihat dari permukaan laut, suara ombak yang seakan menyanyikan lagu untuk kita, dan sangat tenang karena tidak ada penginapan selain Ora Beach Resort di pantai ini. Kami juga tidak menemukan banyak turis yang menginap malam itu, hanya beberapa turis lokal saja yang tampak terlihat.

Keesokan paginya, tampaknya hujan sempat turun malam itu, dan saya tercengang dengan pemandangan pelangi yang saya lihat tepat di depan kamar kami. Bukan pelangi biasa, pelangi ini adalah pelangi penuh pertama yang saya lihat sepanjang hidup saya. Saya bisa melihat dari ujung ke ujung dengan jelas pelangi yang ada di depan Pantai Ora. Sambil sarapan dengan melihat pelangi, saya telah ditunggu oleh instruktur diving untuk menyelam tak jauh dari Ora Beach.

Sekitar 15 menit diatas speed boat, kami menyelam tak jauh dari tebing Sawai yang kami datangi kemarin. Pemandangan yang banyak saya dapat adalah wall kecil penuh dengan koral dan ikan-ikan kecil. Keadaan arus pagi itu lumayan tenang dibandingkan kemarin ketika kami snorkeling. Setelah oksigen hampir menyentuh batas minimum, lalu kami muncul ke permukaan dan kembali ke hotel. Siang itu kami harus kembali ke pelabuhan karena kami harus kembali ke Ambon. Setelah mengepak barang-barang dan cukup puas berfotofoto, kami cukup berberat hati untuk meninggalkan Ora Beach. Walaupun dengan segala keterbatasan fasilitas dan akomodasi yang ada, namun pemandangan yang kami dapatkan membuat saya berberat hati untuk meninggalkan Pantai Ora.

Perjalanan yang kami tempuh untuk kembali ke Pelabuhan Amahai, Masohi, terasa sedikit lama, dan kami sampai hanya beberapa menit sebelum kapal kami berangkat. Kami tiba di Ambon menjelang malam, dan kami menginap di Hotel Everbright. Untuk makan malam kami berjalan kaki menuju restoran Sari Gurih yang terkenal dengan seafood-nya yang sangat enak. Lobster dan ikan bakarnya wajib dicoba. Dengan jumlah makanan yang kami pesan dan harga yang kami bayarkan, bisa terbilang murah jika dibandingkan dengan harga masakan seafood di Jakarta.

MENYELAM DI TELUK AMBON

Keesokan harinya, saya berencana untuk diving di Teluk Ambon. Saya menuju pelabuhan terdekat dengan ojeg, lalu naik speed boat menuju Kota Jawa. Beruntung, saya bertemu dengan instruktur diving saya, jadi saya ada temannya menuju tempat diving, karena lumayan jauh dan lama untuk sampai ke tempat diving tersebut. Setelah alat-alat diving siap, kami dengan menggunakan boat, menuju ke Teluk Ambon untuk melakukan diving. Saya melakukan 2 kali muck diving di Silale dan Laha. Kebanyakan yang saya temui adalah ikan-ikan kecil yang suka bersembunyi di dalam pasir, karang yang sudah mati dan sayangnya juga ada sampah di dasar laut.

Namun saya juga menjumpai ikan-ikan langka seperti scorpion fish yang lumayan langka dan banyak terdapat di Teluk Ambon ini, moray eels, dan beberapa jenis ikan kecil. Selesai diving, saya kembali ke hotel untuk beristirahat dan bertemu dengan tukang ojeg bernama Pak Riki. Setelah mengobrol, saya meminta Pak Riki untuk mengantar saya berkeliling sore melihat sunset dan benteng Ferangi. Sore itu saya berjumpa dengan beberapa anak-anak lokal yang sedang menikmati sunset sambil bercanda dengan teman-temannya, bahkan beberapa di antara mereka melompat dari dermaga dan berenang di sekitar dermaga.

Mengingatkan kenangan indah sewaktu saya masih kecil yang sempat tinggal di Irian Jaya (Papua) yang sering menghabiskan sore bermain di pantai dengan kakak saya. Pak Riki ini juga mengantarkan saya mengunjungi beberapa pantai di sekitar Pantai Santai sebelum akhirnya mengantarkan saya ke bandara. Selama di pantai saya bertemu beberapa grup anak kecil yang sedang bermain di pantai sambil mencari batu dan cangkang kerang untuk koleksi mereka.

Dan akhirnya sampailah saya harus mengucapkan sampai jumpa ke Maluku karena saya harus terbang kembali ke Jakarta. Hujan deras pun mengguyur kota Ambon sebelum saya take off, seakan mewakili hati saya yang berat meninggalkan Maluku. Enam hari sudah saya di Ambon, tidak terasa karena saya terpesona oleh keindahan tanah Maluku. Sampai jumpa lagi, aku pasti akan kembali.

Leave a Comment